Langsung ke konten utama

Makalah Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam

METODOLOGI STUDI TEOLOGI

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Studi Islam
Dosen pengampu : Samsul Rahmi, M.Hum





Penyusun :
1. M.Raihani
2. Muhammad Zein Aqly
3. Mahmud



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM RASYIDIYAH KHALIDIYAH
AMUNTAI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat Rahmat, Taufik, Hidayah serta Inayah Nyalah, kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas dari mata Kuliah Metodologi studi islam (MSI)
Makalah yang kami susun ini berjudul “Pendekatam Dalam Studi Agama” yang diharapkan dapat memberi pengetahuan yang lebih luas. Makalah ini memuat tentang Pendekatan di Dalam Memahami Agama
Seperti kata peribahasa “tak ada gading yang tak retak”, begitu pula dalam melaksanakan tugas ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, sehingga dengan kerendahan hati, kami sangat memerlukan kritik dan saran yang sekiranya dapat membangun kami di masa depan.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih atas kepercayaannya memberikan tugas ini kepada kami, selamat membaca dan semoga memberi manfaat kepada kita semua.
Amien Ya Rabbal ‘Alamien.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis,











DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1

BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
B. Pengertian Ilmu Kalam
C. Aliran & Doktrin Kalam
D. Model-model Penelitian Ilmu Kalam

BAB III : PENUTUP
A. simpulan
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Ilmu kalam atau teologi termasuk salah satu bidang studi islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Keberuntungan atau kegagalan seseorang dalam kehidupannya sering dilihat dari sisi teologi.  Dengan kata lain,berbagai masalah yang terjadi di msayarakat seringkali dilihat dari sudut teologi.
Hal tersebut di atas merupakan fenomena yang cukup menarik untuk diteliti lebih seksama. Itulah sebabnya telah banyak karya ilmiah yang ditulis para ahli dengan mengambil tema kajian masalah teologi,dan itu pula yang selanjutnya teologi menjadi salah satu bidang kajian Islam mulai dari tingkat pendidikan dasar,sampai dengan pendidikan tinggi.
Pada bagian ini,pembaca akan diajak untuk mengkaji secara seksama model penelitian Ilmu Kalam yang dilakukan oleh para ahli,baik penelitian pemula,maupun penelitian lanjutan yang bersifat deskriptif analitis,dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian Ilmu Kalam tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah perkembangan ilmu kalam
Dalam sejarahnya, benih ilmu kalam muncul sejak Nabi SAW masih hidup. fakta adanya sahabat yang bertanya kepada Nabi SAW tentang “al-qadar” sebuah tema yang pada masa selanjutnya menjadi topik pembicaraan kalam, merupakan argument yang memperkuat pernyataan ini (Al-Ghazali,1985:63). Pun jika kita sepakat dengan penjelasan Louis Gardet dan Anawati (dalam Machine, 1999) bahwa ilmu kalam tumbuh seiring dengan adanya kajian terhadap teks al-Qur’an. Namun, ilmu kalam mulai mempunyai bentuknya yang definiti sejak masa kebangunannya yang ditandai dengan masuknya pengaruh filsafat Yunani.
Dalam perkembangannya, ilmu kalam merupakan respons terhadap diaspora Filsafat Yunani dan ajaran-ajaran diluar Islam itu. Dengan kata lain, ilmu kalam menjadi fakta yang menunjukkan adanya sense of social dari para pemikir Islam . Kala itu umat Islam sedang memerlukan sebuah rasionalisasi terhadap pokok-pokok akidah mereka di tengah ancaman dan tantangan pemikiran Yunani. Maka, maklum belaka, jika saat itu ilmu kalam berkutat hanya pada permasalahan-permasalahan transenden spekulatif (Abdullah ;1995:48).
Atas kerja keras dan tekad bulat rasulullah untuk menciptakan agama islam yang senantiasa membawa perdamaian antara sesama akhirnya dapat tercapai, pada masa pertumbuhan islam yang dipimpin rasulullah tidak ada
perpecahan sama sekali antar sesama, setelah wafatnya rasulullah ( 632M) dan semakin berkembangnya umat islam , akhirnya ummat islam mulai pecah belah. Awal mula terjadi perpecahan dikalangan islam pada masa kekhalifaan Ali Kwj yang dipicu oleh terbunuhnya ustman bin affan yang menjadi khalifah sebelumnya, Ali yang menjadi khalifah pada saat itu tidak mau melakukan Qishas atas terbunuhnya ustman. di karenakan masih belum jelas tentang siapa pelakunya, dari hal tersebut terjadilah peperangan dikalanagan ummat islam, yakni Ali dengan kalangan Aisyah yang disebut perang jamal yang akhirnya dimenangkan oleh sayydina Ali dan perang siffin atas pemberontaan Muawwiyah terhadap kekhalifaan Ali yang berakhir dangan perdamaian atas politik Muawwiyah yang mengangkat mushaf sebagai tanda perdamaian atas hukum Allah. Pada Akhirnya kedua-duanya ( Ali Dan Muawwiyah) diputuskan dengan Abirtase ( tahkim) dari pihak Ali di wakili oleh Abu musa Asy’ari dan dari pihak Muawwiyah di wakili oleh Amar bin Ash, atas siasat Amar bin Ash akhirnya Ali terjatuh dari kepemimpinan dengan keadaan terpaksa dan Muawwiyah tetap pada jabatannya, dimana dari kejadian tersebut yang menyebabkan kontroversi dikalangan umat islam yang tidak ada ujungnya. Dari sini timbulah bermacam-macam pengklaiman para firqah diantarannya ialah
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan utsman bin affan yang berbuntut pada penolakan muawiyah atas kekhalifahan Ali bin abi thalib. Ketegangan tersebut mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali menerima tipu muslihat Amr bin Al ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam tahkim. Kelompok yang awalnya berada dengan Ali menolak keputusan tahkim tersebut mereka menganggap Ali telah berbuat salah atas keputusan tersebut sehingga mereka meninggalkan barisannya, kelompok ini dikenal dengan nama khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri.
Diluar pasukan yang membelot Ali, adapula yang sebagian besar tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok syiah.
Harun lebih jauh melihat bahwa persoalan kalam yang pertama muncul adalaah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir.
Sementara itu menurut Dr. M. Yunan yusuf masalah ilmu kalam ini timbul berawal dari masalah politik yaitu ketika usman bin affan wafat terbunuh dalam suatu pemberontakan . sebagai gantinya Ali dicalonkan sebagai khalifah namun pencalonan Ali ini banyak mendapat pertentangan dari para pemuka sahabat di Mekah. Tantangan kedua datang dari Muawiyah, gubernur Damaskus salah seorang keluarga dekat Usman bin Affan. Ia pun tidak mau pengangkatan Ali sebagai khalifah. Muawiyah menuntut untuk menghukum para pembunuh Usman bin Affan.
Hingga sampai terjadinya peristiwa tahkim yang membuat Muawiyah naik tahta secara illegal. Ketika Ali membiarkan hal itu terjadi sebagian tentara Ali tidak menyetujui hal tersebut.mereka memandang Ali telah berbuat salah dan berdosa dengan menerima keputusan (arbitrase) itu.
Akhirnya mereka menganggap Ali dan Muawiyah telah kafir. Dan hal itu berkembang bukan lagi menjadi masalah politik namun telah menjadi masalah teologi. Mereka inilah yang dikenal dengan kaum Khawarij.


B. Pengertian Ilmu Kalam
Menurut Ibn Khaldun,Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan-alasan  yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah.

Selain itu,ada pula yang mengatakan bahwa Ilmu Kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan denagn bukti-bukti yang meyakinkan.  Di dalam ilmu ini dibahas tentang  cara ma’rifat (mengetahui secara mendalam) tentang sifat-sifat Allah dan para Rasul-Nya dengan menggunakan dalil-dalil yang pasti guna mencapai kebahagiaan hidup abadi. Ilmu ini termasuk induk agama dan paling utama bahkan paling mulia,karena berkaitan dengan zat Allah,zat para Rasul-Nya.

Dalam daripada itu,Muhammad ‘Abduh berpendapat bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan (Allah), sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang mesti tidak ada pada-Nya serta sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, dan membicarakan pula tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat  yang mesti tidak ada padanya serta sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.

Berdasarkan pengertian tersebut tampak terlihat bahwa teologi adalah ilmu yang pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Hal ini tidaklah salah, karena secara harfiah teologi berasal dari kata teo yang berarti Tuhan dan logi yang berarti ilmu.

Namun dalam perkembangan selanjutnya Ilmu Teologi juga berbicara tentang berbagai amsalah yang ber kaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya, seperti masalah iman, kufr, musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya, hal-hal yang membawa pda semakin tebal dan tipisnya iman, hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah  yakni Al-Qur’an, status orang-orang yang tidak beriman dan sebagainya. Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka Teologi terkadang dinamai pula Ilmu Tauhid,Ilmu Ushuluddin, Ilmu ‘Aqaid, dan Ilmu Ketuhanan. Dinamai Ilmu Tauhid,karena ilmu ini mengajak orang agar meyakini dan mempercayai hanya pada satu tuhan, yaitu Allah Swt. Selanjutnya dinamai Ilmu Ushuluddin, karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. Dinamai pula ilmu ‘Aqaid, karena denagn ilmu ini seseorang diharapkan agar meyakini dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkandirinya hanya pada Allah sebagai Tuhan.

Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya yang demikian itu, Teologi, tidak bisa tidak,pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan cirri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.  Karena sifat dasarnya yang partikularistik, maka dengan mudah kita dapat mengemukakan teologi Islam, teologi Kristen Katolik, teologi Kristen Protestan, dan begitu seterusnya.







C. Aliran & Doktrin kalam
1. Khawarij
Khawarij pada awalnya adalah kelompok politik yang membelot dari Ali karena
merasa kecewa terhadap hasil arbitrase. Kemudian mereka menjadi kelompok aliran
teologi karena pembicaraannya telah memasuki wilayah teologi. Doktrin pokok
kelompok ini adalah :
a. Mereka menafsirkan al Quran dengan sangat literal dan dengan pemahaman
sederhana serta kaku. Hal ini disebabkan kebanyakan mereka orang Arab Baduy.

b. Orang yang melakukan arbitrase (Ali,Muawiyah,Musa al Asy’ari,Amr bin Ash)
dan yang menyetujui hal itu telah melakukan dosa besar dan kafir karena tidak
melaksanakan hukum Allah. (Harun Nasution,1986:12-13)
Menurut Harun Nasution (1986:15-19) aliran Khawarij ini kemudian terpecah
menjadi beberapa kelompok antara lain :
1. Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah golongan khawarij asli yang pada awalnya mengikuti
Ali.Bagi mereka, Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al Asy’ari dan semua
orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir.
2. Al-Azariqah
Nama al-Azariqah diambil dari Nafi ibn Azraq. Pengikutnya berjumlah lebih
dari 20 ribu orang. Sub-sekte ini lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak
lagi memakai term kafir, tetapi musyrik. Dalam Islam syirik merupakan dosa yang
terbesar. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan
mereka. Bahkan yang sefaham dengan mereka pun kalau tidak mau berhijrah
dianggap kafir.
3. Al-Najdat
Aliran ini diambil dari nama Najdah ibn Amir al Hanafi dari Yamamah. Pada
awalnya mereka ingin menggabungkan diri dengan al-Azariqah. Pada saat itu
tengah terjadi pertentangan diantara pengikut Nafi diantaranya Abu Fudaik, Rasyid
al-Tawil dan Atiah al-Hanafi yang tidak menyetujui bahwa orang Azraqi yang tidak
mau berhijrah ke dalam lingkungan al-Azariqah adalah musyrik. Mereka juga tidak
setuju dengan pendapat tentang boleh dan halalnya dibunuh anak istri orang Islam
yang tidak sepaham dengan mereka.
Najdah dan Abu Fudaik akhirnya bergabung dan mengangkat Najdah sebagai
imam baru mereka. Menurut Najdah, bahwa orang yang berdosa besar yang
menjadi kafir dan kekal di neraka adalah orang Islam yang tak sefaham dengan
golonngannya. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, betul akan
mendapatkan siksaan, tetapi bukan di neraka, dan kemudian akan masuk surga.
Dosa kecil akan menjadi dosa besar kalau dikerjakan terus menerus dan dapat
menjadi musyrik.
4. Al-Ajaridah
Kaum al-Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut faham mereka berhijrah
bukanlah merupakan kewajiban tetapi hanya kebajikan. Kaum al-Ajaridah boleh
tinggal di luar daerah kekuasaan dan mereka tidak menjadi kafir. Di samping itu
harta yang boleh dijadikan harta rampasan perang adalah harta orang yang telah
mati terbunuh. Mereka tidak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dari Alquran
karena mengandung cinta .
5. Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini adalah Ziad ibn al-Asfar. Faham mereka dekat dengan
faham al-Azariqah. Mereka termasuk golongan ekstrem. Mereka berpendapat
bahwa orang Sufriyah yang tidak berhijrah tidak kafir; anak-anak kaum musyrik
tidak boleh dibunuh; Tidak semua yang berdosa besar musyrik; daerah yang tidak
sepaham dengan mereka bukan dar al harb; kufur dibagi dua yaitu kufur bin inkar
al ni’mah dan kufur bi inkar al rububiyah yaitu mengingkari Tuhan.
6. Al-Ibadah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat. Nama golongan ini
diambil dari nama Abdullah ibn al-Ibad. Menurut mereka orang Islam yang tak
sepaham dengan mereka bukanlah muysrik tetapi kafir; daerah yang tak sefaham
dengan mereka kecuali camp pemerintah adalah dar tawhid; Orang Islam yang
berdosa besar adalah muwahhid-yang mengesakan Tuhan, tetapi bukan mukmin.
Dan kalaupun kafir hanya kafir bi al-ni’mah bukan kafir al-millah yaitu kafir agama;
Yang boleh dirampas hanyalah kuda dan senjata.
2. Murjiah
Murjiah adalah kelompok teologi yang lebih memilih tidak ikut larut dalam politik atau pertentangan muslim-kafir (Harun,1986:22).Aliran ini terbagi dua yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Menurut golongan moderat,Orang yang berdosa besar tetap muslim dan tidak kafir tetapi akan dihukum di neraka sesuai dengan kadar dosa yang dilakukannya. Yang termasuk tokoh moderat ini al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf. Yang kedua adalah golongan ektrem yaitu al-Jahmiah.menurut golongan ekstrim mengatakan bahwa orang-orang Islam yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang yang demikian pun tidak menjadi kafir meskipun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran Yahudi, dan kemudian mati. Orang demikian
bagi Allah tetap merupaklan orang mukmin (Harun Nasution,1986:25-26).

3. Syi”ah
Syi’ah adalah kelompok teologi yang mendukung Ali secara politik dan mengakui
Ali sebagai imam dan mengagungkan ahlul bait. Kata syi’ah bermakna ‘pengikut’ atau
‘penolong’. Istilah ini dipungut dari peristiwa masa lalu yaitu ketika khalifah ketiga,
Usman bin Affan terbunuh yang mengakibatkan kaum muslimin terbagi menjadi
dua golongan yaitu syi’ah Ali dan Syi’ah Muawiyah (Asy-Syak’ah,1994:133). Adapun
doktrin atau pemikiran Syi’ah sebagai berikut :
1. Itrah (para pengganti nabi yang suci)
2. Ishmah (kesucian para imam dari dosa)
3. Wishayah (pengangkatan whasi dan wali oleh nabi)
4. Wilayah (menerima kepemimpinan seorang imam)
5. Imamah (kepemimpinan orang-orang shaleh)
6. ‘Adil (keadilan dalam semua tindakan Allah)
7. Taqiyyah (menyembunyikan, dan berhati-hati dalam masalah agama karena
larangan rezim penguasa tirani)
8. Sunnah (praktik nabi suci)
9. Ghayyah (gaibnya imam mahdi)
10. Syafa’ah (pertolongan dari salah seorang 14 manusia suci pada hari kiamat)
11. Ijtihad (integrasi fatwa-fatwa hukum agama dengan evolusi dan perubahan dalam
kondisi kehidupan manusia)
12. Do’a (doa dan permohonan)
13. Taqlid (Mengikuti ulama dalam masalah-masalah teknis keagamaan) (Ali
Syari’ati:1995:60-61)
Menurut Syak’ah (1994:139) firqah Syi’ah telah terpecah dan terbagi-bagi menjadi
sekian banyak kelompok. Kelompok tersebut antara lain:
1. Sabaiyah
Firqah Syi’ah ini adalah yang pertama menuhankan Ali bin Abi Thalib. Firqah ini
dipimpin oleh Abdullah bin Saba.
2. Tawabun
Kelompok ini dipimpin oleh Sulaiman bin Surd al-Khuza’i seorang sahabat nabi
yang mulia. Kelompok ini bermotif rasa simpati danungkapan penyesalan karena
mereka merasa bersalah atas meninggalnya Husein.
3. Al-Kisaniyah
Kelompok ini berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan hak Muhammad
bin Ali bin Abi Thalib. Mereka berpendapat demikian karena dialah yang membawa
bendera dalam pertempuran Jamal.
4. Al-Mughiriyyah
Kelompok ini termasuk kelompok yang paling meyimpang karena meyakini
kedatangan Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Ali yang dikenal dengan
Muhammad yang berjiwa suci (an-nafsu azzakiyah).

4. Qadariyah
Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk didalamnya manusia sendiri.
Selanjutnya Tuhan bersifat Maha Kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat
mutlak. Disini timbullah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan
Tuhan, bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan
perjalanan hidupnya? Diberi Tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur
hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak
Tuhan? (Harun Nasution,1986:31).
Dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan seperti ini, kaum Qadariah berpendapat
bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan
perjalanan hidupnya. Menurut faham Qadariah manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian
nama Qadariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar atau kadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya
faham ini dikenal dengan nama free will dan free act. (Harun Nasution,1986:31)
5. Jabariyyah
Kaum Jabariyyah berpendapat sebaliknya. Manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham
ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat faham bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris faham ini
disebut fatalism atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh kada dan kadar Tuhan. (Harun Nasution,1986:31)

6. Mu’tazilah
Aliran ini muncul pada awal pemerintahan Bani Umayyah (40-132 H/660-750)
dan tampak sekali keaktifannya pada masa pemerintahan khalifah Hisyam dan para
penggantinya (105-131 H/723-748 M) (Brill’s,1987:788).
Bagaimana awal perkembangan Mu’tazilah, dan mengapa firqah ini dinamakan
Mu’tazilah? Sejarah awal perkembangan Mu’tazilah tak dapat dilepaskan dari nama
washil bin Atho. Dialah pemimpin pertama Mu’tazilah. Washil adalah salah seorang
murid Hasan Bashri. Ia selalu menghadiri halaqah pengajian yang diselenggarakan
Hasan Bashri di sebuah masjid di Bashrah. Suatu ketika, salah seorang murid Hasan
Bashri menanyakan tentang pandangan agama terhadap seseorang yang melakukan
dosa besar. Hasan Bashri memberi jawaban bahwa pelaku dosa besar tersebut
dikategorikan sebagai munafiq. Washil yang saat itu hadir merasa tidak puas dengan
jawaban tersebut. Ia pun menyanggah dan mengemukakan pendapatnya, bahwa orang
yang melakukan dosa besar berarti bukan lagi seorang mukmin secara mutlak, dan
bukan pula kafir secara mutlak. Pelaku dosa besar tersebut di antara dua kedudukan
itu. (Asy-Syak’ah, 1994:310)
Pendapat lain mengatakan, bahwa nama Mu’tazilah diambil dari sifat orang-
orang yang memisahkan diri dari ketergantungan terhadap keduniaan, yaitu melalui
ketaqwaan, zuhud, kesederhanaan, serta merasa puas dengan apa yang ada. Pendapat
ketiga mengatakan, nama itu diambil dari pernyataan Mu’tazilah, bahwa orang
yang melakukan dosa besar adalah memisahkannya antara mukmin dan kafir. (Asy-
Syak’ah,1994:310)
Pendapat keempat mengatakan, bahwa sikap I’tizal (memisahkan diri) telah ada
sejak lama sebelum masa Hasan Bashri. Mu’tazilah adalah mereka yang tidak mau
melibatkan diri dalam Perang Jamal dan perang Shiffin. Ketidakterlibatan mereka
dalam dua perang tersebut adalah karena mereka belum dapat mengetahui dengan
jelas, mana yang benar dan mana yang salah diantara dua pihak yang bertikai itu.
Dalam hal ini mereka bersandar pada firman Allah:
“Dan jika ada dua golongan dari orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan
yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah; Jika golongan itu telah kembali, maka damaikanlah
antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Hujarat 9)
Karena mereka tidak dapat mengetahui dengan pasti antara yang benar dan yang
salah, maka mereka bersikap netral.
Pendapat kelima mengatakan, bahwa mazhab I’tizal adalah merupakan mazhab
dari segi akidah dan pemikiran yang dikembangkan oleh Washil bin Atho dan Amr bin
Ubaid. Hal ini karena Washil telah belajar dari Muhammad bin Ali bin Abi Thalib , dan
Muhammad belajar dari ayahnya. Sebagai penguat pendapat ini, Zaidiyah, salah satu
firqah syi’ah, menyepakati semua ajaran akidah Mu’tazilah, kecuali dalam masalah
imamah. Di samping itu, Zaid sendiri adalah murid Washil bin Atho. Pada prinsipnya,
secara umum Syi’ah cenderung kepada Mu’tazilah dalam hal aqidah,dan banyak
memiliki kesamaan dengan mereka dalam hal ushul fiqih. (Asy-Syak’ah,1994:311)
Pancasila Mu’tazilah adalah ;1)Tauhid, yaitu meyakini bahwa Allah-lah yang Maha
Esa Tidak ada yang menyerupainya, 2) Al Adl, 3)al-Wa’du wal Waid 4)Manjilah bainal
Manjilatain 5) Amr ma’ruf nahi munkar.

7. Ahlu Sunnah wal Jamaah
Aliran ini dipelopori oleh Abul Hasan bin Ali bin Ismail al-Asy’ari. Lahir pada tahu 260 Hijriah dan wafat pada tahun 324 Hijriyah. Ketika paham Jabariyah mengatakan
bahwa Allah-lah pencipta segala perilaku manusia, dan Mu’tazilah berpendapat bahwa
manusia sendiri yang menciptakannya, maka al-Asy’ari atau Ahli Sunnah mengatakan
bahwa semua perilaku manusia Allah-lah yang menciptakannya, sedangkan manusia
mengamalkannya sesuai dengan kesangupannya (Asy-Syak’ah:1994:385).
 Mengenai al-Qur’an apakah hadits atau qadim, Asy’ari berpendapat bahwa
“Hendaklah dapat dibedakan antara kalamullah dengan zat-Nya yang berarti qadim,
dengan wujud al-Qur’an yang ada diantara kita diturunkan dalam kurun waktu” (Asy-
Syak’ah,1994:385). Secara popular doktrin mereka antara lain:
a. Mereka lebih mendahulukan wahyu daripada akal.
b. Tuhan bersifat, Alquran adalah kalamullah dan qadim.
c. Tuhan dapat dilihat diakhirat oleh mata telanjang.
d. Antropromorfisme.
e. Orang berdosa besar masih mukmin hanya saja dia menjadi fasiq.











D. Model-model Penelitian Ilmu Kalam

Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi kedalam dua bagian. Pertama, penelitian yang bersifat dasar dan pemula; dan kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini sifatnya baru pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada al-quran dan hadits serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi. Sedangkan model penelitian kedua sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan bahan-bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.

1. Penelitian pemula
Melalui penelitian model pertama dapat kita jumpai sejumlah referensi yang telah disusn oleh para ulama selaku peneliti pertama yang sifat dan keadaanya telah disebutkan diatas. Dalam kaitan ini kita jumpai beberapa karya hasil penelitian pemula sebagai berikut.

a. Model Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-maturidy Al-Samarqandy
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-maturidy Al-Samarqandy telah menulis buku teologi berjudul kitab al-Taubid. Buku ini telah di tahkik oleh fathullah khalif, megister dalam bidang sastra pada Universitas Iskandariyah dan Doktor filsafat pada Universitas Cambridge. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat hidup secara singkat dari Al-maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang detail dan rumit di bidang ilmu kalam. Di antaranya dibahas tentang cacatnya taklid dalam hal beriman, seta kewajiban mengetahui agama dengan dalil al-sama’ (dalil nakli) dan dalil akli; pembahasan tentang alam, antrophormisme atau faham jisim pada tuhan, sifat-sifat allah,perbedaan faham diantara manusia tentang cara allah menciptakan makhluk, perbuatan makhluk, faham qadariyah; qada dan qadar; masalah keislaman; serta tidak adanya dispensasi dalam hal islam dan iman.

b. Model Al-Imam Abi Al-Hasan bin Isma’il Al-Asy’ari
Al-Imam Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang wafat pada tahun 330 hijriyah telah menulis buku berjudul Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musballin. Buku ini telah ditahkik oleh muhammad muhyiddin ‘abd al-hamid, sebanyak dua juz. Juz pertama setebal 351 halaman, sedangkan juz keduanya 279 halaman. Seseorang yang ingin mengetahui secara mendalam tentang teologi ahlu sunnah mau tidak mau harus mempelajari buku ini, dan buku karangan al-Maturidy sebagaiman tersebut diatas. Namun, kita tidak tahu persis apakah buku ini dikaji di pesantren-pesantren atau tidak. Yang penulis ketahui, para santri mempelajari pemikiran teologi ahli sunnah dari sumber kedua atau ketiga.

Sebagaimana halnya Al-maturidy, Al-asy’ari juga dalam bukunya tersebut membahas masalah-masalah yang rumit dan mendetail tentang teologi. Pada juz pertama buku tersebut antara lain dibahas  mengenai permulaan timbulnya masalah perbedaan pendapat dikalangan umat islam yang disebabkan karena perbedaan dalam bidang kepemikpinan (imamah dan politik) yang dimulai dari zaman usman bin ‘affan; pembahasan tentang aliran-aliran induk  (ummahat al firq) yang jumlahnya mencapai sepuluh. Yang pertama adalah aliran syiah yang jumlahnya mencapai lima belas aliran yaitu al-bayaniah, al-jinabiyah, al-huriyah, al-mughayirah,al-manshuriyah, al-khitbabiyah, al-ma’mariyah, al-baghiziyah ,al-amiriyah, al-mufdhillah,al-bululiyah, al-qailunan ilahiyatu ‘ali al-rapidlah, al-sabi’iyah, al-mufawwidah dan al-imamiyah ini dibagi lagi menjadi dua puluh empat golongan.

Selanjutnya dalam bukunya tersebut dibahas pula tentang perbedaan pendapat disekitar panggung arasy (bamalatul arsy), kebolehan bagi allah dalam menciptakan alam, tentang alquran, perbuatan hamba, kehendak allah kesanggupan manusia, perbuatan manusia dan binatang, kelahiran, kembalinya kedunia sebelum datangnya hari kiamat, masalah imamah  (kepemimpinan), masalah kerasulan, masalah keimanan, janji baik dan buruk, siksaan bagi anak kecil, tentang tahkim (arbitrase), hakekat manusia, aliran khawarij dengan berbagai sektenya, dan masih banyak lagi masalah rumit yang ada hakekatnya penulis belum banyak dikaji oleh kalangan yang mengaku dirinya sebagai penganut teologi Asy’ariyah.

c. Model A-Ghazali
Imam Al-Ghazali yang pernah belajar pada haramain sebagaimana disebutkan diatas, dan dikenal sebagai hujjatul islam telah pula menulis buku berjudul Al-Iqtishad fi al-i’tiqad, dan telah diterbitkan pada tahun 1962 di Mesir. Dalam buku ini dibahas tentang pembahasan bahwa ilmu sangat diperlukan dalam memahami  agama, tentang perlunya ilmu sebagai pardlu kifayah, pembahasan tentang zat allah, tentang qadimnya alam, tentang bahwa pencipta alam  tidak memiliki jisim, karena jisim memerlukan pada materi dan bentuk; dan penerapan tentang kenabian Muhammad Saw.

2. Penelitian lanjutan
Selain penelitian yang bersifat pemula sebagaimana tersebut diatas, dalam bidang ilmu kalam ini juga dijumpai penelitian yang bersifat lanjutan. Yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para peneliti pemula. Pada penelitian lanjutan ini, para peneliti mencoba melakukan deskripsi, analisis, klasifikasi, dan generalasi. Berbagai hasil penelitian lanjutan ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Model Abu Zahrah
Abu Zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap aliran dalam bidang politik dan teologi yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-islamiyah fi al-Siyasah wa al-‘aqaid. Permasalahan teologi yang diangkat dan penelitiannya ini di sekitar masalah objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada masalah teologi. Selanjutnya dikemukakan pula tentang berbagai aliran dalam mazhab syi’ah yang mencapai dua belas golongan, diantaranya Al-Sabaiyah, Al-Ghurabiyah, golongan yang keluar dari syi’ah, Al-Kisaniyah, Al-Zaidiyah, Itsna Asyariyah, Al-Imamiyah, Isma’iliyah. Selanjutnya dikemukakan pula aliran khawarij dengan berbagai sektenya yang jumlahnya mencapai enam aliran; Jabariyah dan Qadariyah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah lengkap dengan berbagai pandangan teologinya.

b. Model Ali Mushthafa Al-Ghurabi
Ali Mushthafa Al-Ghurabi, sebagaimana Abu Zahrah tersebut, Memusatkan penelitiannya pada masalah berbagai aliran yang terdapat dalam islam serta pertumbuhan ilmu kalam dikalangan masyarakat islam. Hasil penelitiannya itu, ia tuang dalam karyanya berjudul Tarikh al-Firaq al-islamiyah wa Nasy’atu ilmu al-kalam ‘’ind al-muslimin. Dalam hasil penelitiannya itu mengungkapakan antara lain sejarah pertumbuhan ilmu kalam, keadaan akidah pada zaman Nabi Muhammad, zaman Khulafaur Rasyidin, zaman Bani Umayyah dengan berbagai permasalahan teologi yang muncul pada setiap zaman tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan mengenai aliran mu’tazilah lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikiran teologinya; pembahasan tentang aliran Khawarij lengkap dengan tokoh dan pemikirannya.

c. Model Harun Nasution
Harun Nasution yang dikenal sebagai guru besar Filsafat dan teologi banyak mencurahkan perhatiannya pada penelitian di bidang pemikiran teologi Islam (Ilmu Kalam). Salah satu hasil penelitiannya yang selanjutnya dituangkan dalam buku adalah buku fi ilm al-kalam (Teologi Islam). Dalam buku tersebut selain dikemukakan tentang sejarah timbulnya persoalan-persoalan teologi dalam islam, juga dikemukakan tentang berbagai aliran teologi islam lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikirannya. Setelah itu harun nasution melakukan analisa dan perbandingan masalah akal dn wahyu, free will dan predesnation, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, keadilan Tuhan, perbuatan-perbuatan Tuhan, sifat-sifat tuhan dan konsep iman.

Dari berbagai penelitian yang sifatnya lanjutan tersebut dapat diketahui model dan pendekatan penelitian yang dilakukan dengan mengemukakan ciri-cirinya sebagai berikut. Pertama, penelitian yang dilakukan para peneliti lanjutan tersebut secara keseluruhan termasuk penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang mendasarkan pada data yang terdapat dalam berbagai sumber rujukan dibidang tologi islam. Kedua, secara keseluruhan  penelitiannya bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang tekanannya pada kesungguhan dalam mendeskripsikan data selengkap mungkin. Ketiga, dari segi pendekatan yang digunakan secara keseluruhan menggunakan pendekatan historis, yakni mengkaji masalah teologi tersebut berdasarkan data sejarah yang ada dan juga melihatnya sesuai dengan konteks waktu yang bersangkutan. Ke-empat, dalam analisisnya selain menggunakan analisis dktrin juga analisis perbandingan, yaitu dengan mengemukakan isi doktrin ajaran dari masing-masing aliran sedemikian rupa,dan setelah itu barulah dilakukan perbandingan.

Penelitian diatas jelas bermanfaat dalam rangka memberikan informasi yang mendalam dan komprehensif tentang berbagai aliran teologi islam. Namun penelitian tersebut kelihatannya belum membantu orang yang membacanya untuk dapat mengembangkan ilmu tersebut, karena yang ada hanyalah informasi tentang teologi, dan tidak dikemukakan faktor-faktor yang melatar belakangi mengapa para ulama dijaman dahulu mampu meresponi berbagai masalah sosial kemasyarakatan melalui pendekatan teologis. Karenanya metode dan pendekatan dalam penelitian teologi ini perlu dikembangkan lebih lanjut.

                                   BAB III
                    SIMPULAN
Menurut Ibn Khaldun,Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan-alasan  yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah. Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi kedalam dua bagian. Pertama, penelitian yang bersifat dasar dan pemula; dan kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini sifatnya baru pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada al-quran dan hadits serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi. Sedangkan model penelitian kedua sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan bahan-bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama. Namun dalam perkembangan selanjutnya Ilmu Teologi juga berbicara tentang berbagai amsalah yang ber kaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya, seperti masalah iman, kufr, musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya, hal-hal yang membawa pda semakin tebal dan tipisnya iman, hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah  yakni Al-Qur’an, status orang-orang yang tidak beriman dan sebagainya









DAFTAR PUSTAKA

A.Hanafi, Teologi islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan bintang, 1979), cet. III, hlm.10

Syaikh muhammad abduh, Risalah tauhid, (Jakarta: Bulan bintang, 1975), cet. I, hlm.21

Nasyr, sayyid Husein, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Bandung: Mizan 1995), cet II.

Hujjatul Islam Al-Imam Muhammad Abi Hamid Al-Ghazaly, Al-Iqitishad fi al-‘Itiqad, (Mesir: Maktabah Al-Halaby), 1962

Abu Zahrah, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Press, 1978), cet. I.

Ghuraby, Ali Musthafa, Tarikh Al-Firaq Al-Islamiyah Wa Nasy’atu Ilmu Al-Kalam ‘Ind Al-Muslimin, (Mesir: Makbatah Wa Mathba’ah Muhammad Ali Shabih Wa Auladuhu, T.T.).

Nasution Harun , islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1,(Jakarta: UI Press, 1979).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Modern, Rasionalisme, Empirisme, Renansaisme, dan Idealisme

FILSAFAT MODEREN A. Perkembangan Filsafat Pada Zaman Modern Istilah “modern” muncul bukan tanpa alasan. Kata ini sebetulnya memiliki sejarah yang panjang dan menggemparkan, muncul sebagai simbol antitesis, perlawanan, pemberontakan, dan penolakan terhadap apa yang lampau dan tradisional. Pada umumnya kriteria modern itu adalah apabila ada sesuatu yang baru, lain dengan biasanya, berada dan bukan bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan, tradisi atau adat-istiadat termasuk adat keagamaan, apabila ada gerakan atau dinamika untuk menolak atau meninggalkan hal-hal yang dianggap sebagai masa lalu dan menganut hal-hal yang dianggap baru. B.   Macam-macam Aliran Pemikiran dalam Filsafat Modern dan Tokoh-tokoh 1.        RASIONALISME (DESCARTES – SPINOZA – LEIBNIZ) Rasionalisme adalah paham filsafat yang  mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat

Makalah Sumber Ajaran Islam

SUMBER AJARAN ISLAM Makalah ini di tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi islam Dosen Pembimbing: SYAMSUL RAHMI M.Hum Disusun oleh : Kelompok : 4 1. Muhammad Ridha 2. Muhammad Rayyan Huzaifi 3. Muhammad Sholifuddin 4. Rahmatullah SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) RASYIDIYAH KHALIDIYAH AMUNTAI 2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin. Untuk itu kita sebagai umat Islam yang taat harus mengetahui sumber-sumber ajaran Islam yang ada, serta mengetahui isi kandunganya. Namun sumber-sumber tersebut tidak hanya di jadikan sebagai pengetahuan saja, tetapi harus diterapkan d